Seorang lelaki meminta izin bertamasya kepada Rasulullah, maka jawab Rasul,"Tamasya umatku adalah Jihad Fisabilillah" (HR. Abu Dawud). Sedang kita dalam kelalaian permainan disibukkan oleh perkara-perkara fana, dilelahkan oleh urusan yang tak selesai, yang tak dibawa mati. Bila tamasyanya kaum muslim adalah jihad, lalu bagaimana kondisi mereka saat sedang tidak jihad? Bagi muslim di Gaza, genjatan senjata ini karunia Allah, bagi muslim lain sebuah teguran karena belum bisa membantu membebaskan mereka. Bila bagi kaum muslim jihad adalah tamasya, maka rentang diantara keduanya adalah waktu bekerja.
Setyawati Prihatini. Menulis merupakan sebagian dari caraku agar aku dikenang dengan manfaat yang ku berikan :) Tidak ada manusia yang sempurna.. Mohon ma'af lahir dan bathin.
My Blog Viewers :)
Jumat, 29 Agustus 2014
Senin, 25 Agustus 2014
Diary Muslimah part VI
Ulama ada beda pendapat tentang definisi dan bentuk jilbab serta khimar,
tapi tak pernah berbeda bahwa jilbab dan khimar itu wajib bagi muslimah.
Pada masa Rasulullah, jangankan muslimah yang tak menutup aurat, Asma yang menutup aurat namun tak sempurna pun Nabi beri nasihat.
Menutup aurat itu mencirikan setidaknya dua hal penting pada seorang Muslimah, ketaatannya pada Allah swt dan rasa malu, keduanya ciri salihah.
Begitupun lelaki salih memandang ketaatan sebagai syarat utama, itu artinya wanita yang berhijab, taat Allah dan patuhi suaminya.
Begitu juga anak-anak yang terlahir dan di didik ibu yang menutup aurat, ia teladan bagi anaknya, tak ada tanggungan baginya dunia dan akhirat.
Begitupun seorang Muslimah yang menutup aurat karena ketaatannya, ia selamatkan ayahnya dari dosa, dan suaminya dari selaksa siksa.
Menutup aurat itu salah satu tanda wanita tampakkan indah dan mulia, dengan menunjukkan peritah Allah melebihi segala-galanya.
Mayat saja dimuliakan jasadnya dengan ditutup bagiannya.
Bagimu Muslimah, belum tibakah saatnya bersyukur akan nafas yang masih ada?
IBU
Rintik hujan turung beriring, samarkan isak airmata yang berlinang, seolah jatuh tak tersaring, menambah perih semua yang terkenang. Tiap memoar bagai baru berselang, gundah gulana sampai canda tawa. Ku kira ingatan itu sudah hilang, ternyata ia mengakar di relung jiwa. Punggung yang tadinya tegak gagah kini terbaring lemah, mata yang dulu berbinar cerah kini terlihat sangat lelah. berkali-kali aku dipapah punggung itu sambil berteriak bahagia, sepanjang hidupku aku selalu ingin mata itu menatapku bangga.
Ibu, masa tua memakan masa mudamu, namun tidak kebijaksaanmu. Engkau selalu jelaskan bahwa dunia semu dan akhirat itu barang tentu. Sepenggal nafas engkau hela, dadamu kembang kempis payah, disini aku berusaha untuk rela, entah kenapa bisa begitu susah. Ku akui tidak sepanjang hidup aku membanggakanmu, bahkan mungkin lebih banyak menyusahkanmu. Ku kira selama ini kau hanya pikirkan dirimu sendiri, saat ini baru aku mengerti kau hanya mengajarkan aku berdiri. Ku kira selama ini kau orang yang paling tak perduli, ternyata kau seorang wanita yang tak pandai lisankan hati.
Segala mahal yang kau batasi, dan dunia yang tak kau beli, ternyata sebuah cara ajari, bahwa HIDUP UNTUK BERBAGI. Mengapa sekarang aku baru mengerti? Mengapa sekarang baru aku pahami? Bahwa memang banyak kekuranganmu yang aku saksikan, namun lebih banyak lagi kelebihan yang tak kau perlihatkan. Bahwa kesalahanmu selalu banyak aku sebutkan, namun kesalahanku kau terima dengan senyuman. Bahwa tak perduli seberapa jauh aku melangkah pergi, pelukan yang sama selalu menanti bila aku kembali. Bahwa setiap hari tersedia bagiku suapan nasi dan tegukkan air, berapa payah tulang terbanting dan berapa banyak peluh mengalir? Aku kehilangan ketenangan, sempurnalah penyesalanku. Menekur semua salahku, takut akan sisa kesempatanku.
Allah...
Ku mohon, beri aku waktu untuk melantunkan sepenggal ayat-Mu, agar aku perdengarkan padanya sebagaimana ia perbuat semasa kecilku. Perkenankan firman-Mu menyesap kuatkan ringkih badannya. Terimalah sebuah bakti kecil yang terakhir dari keturunannya. Jadikan tilawahku ini sebagai pendamping lafadz syahadatnya, agar Engkau ampunkan dosanya dan tambah kebaikannya. Allah, ku mohon.... untuk sekali lagi mengamini apa yang ia do'akan dan mengiba pada-Mu, sekali tengadahkan tangan dengarkan pintanya pada-Mu. Merengkuh tangannya lalu menciumnya sekali lagi, untuk bisikkan ma'af sebelum dia berpulang kembali.
Aku begitu bodoh, menyimpan lisan yang harusnya terkatakan, untuk banyak berterima kasih, bersyukur atas semua pelajaran. Ibu, beri aku 20 menit saja untuk mengingat tanpa tagis diwajahmu, bagaimana aku bisa mengenang apabila berlinang juga airmata mu? Jangan ucapkan apa yag sudah ku tahu, ku tahu sayangmu sepenuh jalanku. Ibu, aku sayang padamu.
Diary Muslimah Part V
Komunikasi barulah sehat dan berguna apabila prasangka dihilangkan saat berbicara. Apabila kita sudah berprasangka, maka syaitan yang berkuasa. Bila sudah begini diam jauh lebih baik, karena bicara jadinya dosa. Emosi cenderung membuat kita mencari-cari salah, bukan SOLUSI. Memojokkan lawan bicara bukan menuntun dan menyemangati. Prasangka buruk berujung menghakimi, tak perduli tak mau mengerti, bila dari awal sudah menyimpulkan, lalu apa gunanya diskusi? Dan bila syaitan sudah mengambil alih, tanda-tandanya terlihat dilisan, kasar, kotor, penuh caci maki dan celaan, semua sarat keburukan. Dan kata-kata yang dilontarkan memang diniatkan untuk menyakiti, karena hati berpenyakit senang orang lain sakit tersebab dirinya.
Dari situ diskusi berubah menjadi bagaimana menjatuhkan manusia. Serang kehormatan dirinya, bukan lagi diskusi tataran ide, tapi individu. Mereka lupa akal bisa ditakluk dengan dalil tapi hati jadi terkunci. Akal melihat pada dalil, namun hati tertakluk pada akhlak ranggi. Tak ada arti ilmu tanpa adab, dan adab itu bersumber dari iman, maka ilmu yang tak beradab, jauh dari keimanan. Seorang pendakwah takkan pernah berkata kasar dan buruk akhlak, karena dia tahu persis, kasar itu menjauhkan dirinya dari mad'u. Dan ingat, yang paling penting dalam diskusi bukan yang berdiskusi, tapi semua yang mengetahui diskusi itu, mereka yang menilai. Jadikan akhlak yang mulia sebagai pakaian, lisan baik sebagai hiasan, biar Allah yang menilai, karena Allah yang memiliki hati manusia.
Senin, 18 Agustus 2014
Diary Muslimah Part IV
Iman itu perkara hati yang tak terlihat mata, namun cirinya terlihat lewat amalan raga. Maka yang shalat, puasa, berhijab belum tentu beriman, tapi yang beriman pasti shalat, puasa, dan auratnya ditutupkan. Karena iman itu pengakuan, yang mewajibkan adanya pembuktian, maka semakin banyak bukti, maka semakin kokoh keimanan. Maka Al-Qur'an dalam ratusan ayat mengajak manusia berfikir, dalam alam, dalam hidup dan manusia ada tanda yang diukir. Semakin banyak bukti, semakin kuat keyakinan, sampai satu titik keyakinan itu jadi tak tergoyahkan. Saat iman pada Allah sudah mewujud berdasarkan bukti, saat diminta, jangankan harta, nyawapun tak berat untuk diberi. Namun bukan keyakinan sesuatu yang muncul dari emosi. Ia datang saat beramai-ramai dan pergi saat merasa sendiri. Jadi istiqamah itu datangnya dari keyakinan, dan keyakinan itu perlu pembuktian. Dan siapapun yang mampu membuktikan eksistensi Allah, maka menaati Allah dan istiqamah menjadi perkara yang tidak susah. Namun bagi yang tidak meyakini Allah secara sempurna, menaati Allah seolah jadi beban yang mengekang jiwa. Dan bagi mereka yang beriman, ada kebebasan dalam ketaatan.
Diary Muslimah Part III
Renungan untuk diriku sendiri...
Seorang muslim itu dilihat dari lisannya dan amalnya, siapa yang buruk lisannya biasanya juga buruk amalnya. Lisan seorang muslim bukanlah yang pandai mencela, baik pada ummat lain, apalagi sesama saudara. Dunia memang tak selamanya adil, akan ada kejahatan yang terbalaskan, ada kebaikan yang tak terjelaskan, karena itulah akan ada "Hari Pembalasan". Jadi teruslah berbuat baik, walaupun manusia menuduh anda buruk, maka senantiasa jauhi keburukan walau dikira itu bagian dari kebaikan. Manusia yang habis akal memang cenderung memfitnah. Pahami saja, orang panik tak punya cara lainnya. Manusia yang dengki memang cenderung mencaci. Coba mengerti saja, yang tumpul akalnya dan tajam lidahnya.
Bila kita berbuat hanya karena Allah, kita dicukupkan dari anggapan manusia. Cukuplah Al-Qur'an yang jadi penyemangat dan pengingat. Begitulah arti ayat yang selalu kita lisankan :"MAALIKI YAUMIDDIN", Dialah Allah, pemilik "Hari Pembalasan", Dia Yang Maha Adil. Maka tidak lepas pengetahuan dan pengawasan-Nya akan hamba-Nya, semua baik dan semua buruk terlah tercatat. Maka bertenanglah, jalan kebenaran ini panjang, tapi tentu pasti berujung, jalan perjuangan kadang melelahkan, tapi pasti akhirnya kebahagiaan.
Bertenanglah, di"Hari Pembalasan" penguasanya hanya ALLAH :)
Diary Muslimah part II
Terbata bata dan tersalah dalam menyampaikan kebenaran itu wajar. Fasih dan mati-matian memperjuangkan salah dan dosa itu kurang ajar. Yang belajar membaca Al-Qur'an, walau susah lidah dan terbata, ucap Nabi bagi mereka ada dua pahala : untuk susah dan belajarnya. Namun, yang merasa berilmu lalu malah menyesatkan orang lain? Inilah kesombongan dan jahil yang hakiki, merasa lebih dari yang lain. Syaitan bukan tidak berilmu, tapi ilmunya tak membawa pada taat, merasa dirinya lebih baik, lalu menolak kebenaran, maka syaitan dilaknat.
Yang paling berbahaya itu yang merasa dirinya sudah tahu, pada dirinya tak ada lagi yang perlu diberitahu atau diberi ilmu. Yang lebih berbahaya lagi, merasa berilmu lalu merendahkan orang lain. Tak ada manfaat apapun ilmunya kecuali menambah diri angkuh. Tiada diberi ilmu bermanfaat oleh Allah kecuali yang rendah hatinya. Bila belajar dia memiliki adab, bila mengajar dia santun akhlaknya. Dia memuliakan murid dan menghormati guru, dia tidak merasa paling tahu walaupun berilmu. Dia memperbaiki kesalahan bukan menghina yang teersalah. Memuji Yang Maha Benar, Bukan menyanjung manusianya. Jika ilmu justeru membuatmu lebih jauh dari ALLAH, itu bukan ilmu melainkan tipuan syaithan. Bila ilmu justeru membuatmu meremehkan manusia, sungguh engkau jauh dari tuntunan Muhammad saw.
Yaa Allah Yang Maha Ilmu, tuntunlah aku agar terus memberikan manfaat bagi orang di sekeliling ku, agar aku terus mengamalkan apa yang telah Kau karuniakan kepadaku..
Yaa Rabbi.. rendahkan hatiku, lembutkan lisanku, agar aku mudah meneladani Rasul Mu..
Yaa Rahman, berikanlah sifat kasih dan sayang kepadaku, agar aku dicintai oleh orang-orang disekeliling ku..
Yaa Rabb, ini semua tidak mudah jika tidak Engkau jadikan mudah, Kau Yang Maha Memiliki kunci hati setiap ummat..
Rabbi, karuniakanlah aku agar aku mudah meneladani Rasul Mu, mengamalkan Qur'an dan hadist Mu...
Kabulkanlah do'aku...
Rabbana 'aatina fiddunya hasanah, wafil'akhirati khasanah, waa qinaa 'adzabannar.. Aamiin aamiin yaa Rabbal'alaiin.
Diary Muslimah part I
Adakah di bumi pernah berjalan manusia sesantun Muhammad saw ? Namun akhlak seagung beliau pun orang munafik tetap mencacinya. Adakah kalimat lebih mulia ditimbang melainkan hadist Nabi saw ? Namun kaum munafik selalu punya cara mengingkari dan mendebatnya.
Akhlak ku tentu tidak seagung Nabi, lisanku jauuh dari lembutnya Nabi. Kerananya Nabi mencontohkan sabar dan ikhlas dalam berdakwah. Tugas kita menyampaikan yang Nabi sampaikan dengan jelas. Karena ALLAH selalu memiliki cara untuk menyelipkan kebaikan pada hati manusia. Entah bagaimana caranya.
Aku pernah mendengar nasehat para ulama : bila kita menemui kekasaran maka tak usah kita balas dengan hal yang serupa, karena kekasaran menjauhkan manusia dari kebenaran. Pengecut, pencela, akan selalu bersembunyi saat terang benderang. Berdakwah terus tanpa henti, hanya ini yang harus difikirkan. Allah tak pernah salah hitung, Allah tak kan pernah lalai memperhatikan.
Yaa Rabbi..
Hidayah itu milik-Mu, dan Engkau berikan kepada siapapun yang Engkau suka dan Engkau sukai, namun menghantarkan hidayah itu dengan kelembutan dan akhlak mulia. Yaa Rabbi.... semoga Engkau berkenan melembutkan hati dan lisanku, dan bantu aku untuk terus istiqamah berada di jalan-Mu. Aamiin
Minggu, 03 Agustus 2014
How you Know about Setya Rosa Gallica ?
Assalamu'alaikum wr.wb
Hi Guys ! buat kalian yang pengen mengenal aku lebih dekat lagi, pengen sahabatan, pengen share tentang sesuatu, atau cuma sekedar "say Hello !" you all can find me at :
Facebook : Setyawati Prihatini
Twitter : @shineesetya
Instagram : setyasetya
Email :setyawati_sapphire@ymail.com
LINE : setyasetya
LINE : setyasetya
Jazzakumullah khairan katsir.
ditunggu ya silaturahminya ..
PUASA SYAWAL
Assalamu'alaikum wr.wb
Ikhwahfillah yang dirahmati Allah swt. Apa kabar kalian hari ini? semoga kita semua dalam keadaan sehat wal'afiat, diberikan kemurahan rezeki, iman yang terus bertambah, serta menjadi hamba-Nya yang beruntung. Aamiin aamiin yaa Rabbal'alamiin.
Saudaraku sekalian, alhamdulillah kita telah diberikan kesempatan oleh Allah swt untuk melewati bulan suci Ramadhan di tahun 2014 ini. Semoga Allah tetap memberikan kemurahan hatinya sehingga kita dapat bertemu bulan Ramadhan ditahun selanjutnya. Aamiin Allahumma Aamiin.
Saudariku yang dirahmati Allah, seringkali setelah bulan Ramadahan berakhir atau kita telah melalui Hari kemenangan, kita mendapatkan "reminder" dari sahabat-sahabat kita baik di SMS, broadcast BBM, Whatsapp, Line dan berbagai media sosial lainnya mengenai anjuran untuk PUASA SYAWAL. Alhamdulillah, kita masih diberikan oleh ALLAH SWT kesempatan untuk mendapatkan "reminder" dari orang-orang soleh disekitar kita. Terkadang, kita ikuti saja "reminder" itu, namun sahabat kita perlu tau apasih yang dimaksud dengan PUASA SYAWAL itu..
in shaa Allah saya akan membahasnya pada tulisan saya kali ini. In shaa Allah semoga bermanfaat untuk kita semua, khususnya saya yang juga sedang belajar.
Bismillahirrahmaanirrahiim..
Bagaimanakah tuntunan Islam dalam melaksanakan puasa Syawal?
Saudariku yang dicintai Allah, Dari Abu Ayyub
radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ,من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر“
Artinya : Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari
bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Lalu, muncul pertanyaan bagaimana tata cara puasa Syawal?
Banyak para ulama berselisih pendapat tentang tata cara yang paling baik dalam melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal. Pendapat pertama, dianjurkan untuk menjalankan puasa Syawal secara berturut-turut, sejak awal bulan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Ibnul Mubarak. Pendapat ini didasari sebuah hadis, namun hadisnya lemah.
Lalu, muncul pertanyaan bagaimana tata cara puasa Syawal?
Banyak para ulama berselisih pendapat tentang tata cara yang paling baik dalam melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal. Pendapat pertama, dianjurkan untuk menjalankan puasa Syawal secara berturut-turut, sejak awal bulan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Ibnul Mubarak. Pendapat ini didasari sebuah hadis, namun hadisnya lemah.
Pendapat kedua, tidak ada beda dalam
keutamaan, antara dilakukan secara berturut-turut dengan dilakukan
secara terpisah-pisah. Ini adalah pendapat Imam Waki’ dan Imam
Ahmad.
Pendapat ketiga, tidak boleh melaksanakan puasa persis setelah
Idul Fitri karena itu adalah hari makan dan minum. Namun, sebaiknya
puasanya dilakukan sekitar tengah bulan. Ini adalah pendapat Ma’mar,
Abdurrazaq, dan diriwayatkan dari Atha’. Kata Ibnu Rajab, “Ini adalah
pendapat yang aneh.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 384–385)
Pendapat yang
lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa
Syawal tanpa berurutan. Keutamaannya sama dengan puasa Syawal secara
terpisah. Syekh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang puasa Syawal, apakah
harus berurutan? Beliau menjelaskan, “Puasa 6 hari di bulan Syawal adalah
sunah yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh
dikerjakan secara berurutan atau terpisah karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan keterangan secara umum terkait pelaksanaan
puasa Syawal, dan beliau tidak menjelaskan apakah berurutan ataukah
terpisah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa
yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal ….‘
(Hadis riwayat Muslim, dalam Shahih-nya) Wa billahit taufiiq ….” (Majmu’
Fatwa wa Maqalat Ibni Baz, jilid 15, hlm. 391)
Ibnu Rajab mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak dimakruhkan puasa pada hari kedua setelah hari raya (tanggal 2 Syawal). Ini sebagaimana diisyaratkan dalam hadis dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda kepada seseorang, ‘Jika kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852).” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 385), maka dapat kita simpulkan bahwa kita boleh berpuasa di tanggal 2 syawal.
Ibnu Rajab mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak dimakruhkan puasa pada hari kedua setelah hari raya (tanggal 2 Syawal). Ini sebagaimana diisyaratkan dalam hadis dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda kepada seseorang, ‘Jika kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852).” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 385), maka dapat kita simpulkan bahwa kita boleh berpuasa di tanggal 2 syawal.
Keutamaan puasa Syawal hanya diperoleh jika puasa Ramadan telah
selesai. Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, “Setiap orang
perlu memerhatikan bahwa keutamaan puasa Syawal ini tidak bisa diperoleh
kecuali jika puasa Ramadan telah dilaksanakan semuanya. Oleh karena
itu, jika seseorang memiliki tanggungan qadha Ramadan, hendaknya dia
bayar dulu qadha Ramadan-nya, baru kemudian melaksanakan puasa 6 hari di
bulan Syawal. Jika dia berpuasa Syawal sementara belum meng-qadha utang
puasa Ramadhan-nya maka dia tidak mendapatkan pahala keutamaan puasa
Syawal, tanpa memandang perbedaan pendapat, apakah puasanya sebelum
qadha itu sah ataukah tidak sah. Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian dia ikuti
dengan …” sementara orang yang punya kewajiban qadha puasa Ramadan baru
berpuasa di sebagian Ramadan dan belum dianggap telah berpuasa Ramadan
(penuh). Boleh melaksanakan puasa sunah secara berurutan atau
terpisah-pisah. Namun, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama
karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan
tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.”
(Fatawa Ibni Utsaimin, kitab “Ad-Da’wah“, 1:52–53)
Keterangan dari Syekh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Ulama berselisih pendapat dalam
masalah ini. Yang lebih tepat, mendahulukan qadha Ramadan sebelum
melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal atau puasa sunah lainnya.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang
berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka
itulah puasa satu tahun.’ (H.r. Muslim). Siapa saja yang berpuasa Syawal
sebelum qadha puasa Ramadan maka dia tidak dianggap ‘mengikuti puasa
Ramadan dengan puasa Syawal’, namun hanya sebatas ‘mengikuti SEBAGIAN
puasa Ramadan dengan puasa Syawal,’ karena qadha itu hukumnya wajib dan
puasa Syawal hukumnya sunah. Ibadah wajib lebih layak untuk diperhatikan
dan diutamakan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 15, hlm.
392, Syekh Abdul Aziz bin Baz)
Jadi Bolehkah puasa sunah Syawal sebelum qadha?
Keterangan dari Syekh Khalid Al-Mushlih,“Bismillahirrahmani rrahim.Ulama
berbeda pendapat tentang bolehnya berpuasa sunah sebelum menyelesaikan
qadha puasa Ramadan. Secara umum, ada dua pendapat : Pertama, bolehnya
puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas
ulama. Ada yang mengatakan boleh secara mutlak dan ada yang mengatakan
boleh tetapi makruh. Al-Hanafiyah berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa
sunah sebelum qadha Ramadan karena qadha tidak wajib dikerjakan segera.
Namun, kewajiban qadha sifatnya longgar. Ini merupakan salah riwayat
pendapat Imam Ahmad.’Adapun Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa
boleh berpuasa sunah sebelum qadha, tetapi hukumnya makruh, karena hal
ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri dengan amalan sunah sebelum
qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban. Kedua, haram melaksanakan
puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab
Hanbali. Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan
bolehnya puasa sunah sebelum qadha karena waktu meng-qadha cukup
longgar, dan mengatakan tidak boleh puasa sunnah sebelum qadha itu butuh
dalil. Sementara, tidak ada dalil yang bisa dijadikan acuan dalam hal
ini.”
Jadi Bolehkah puasa sunah Syawal sebelum qadha?
Keterangan dari Syekh Khalid Al-Mushlih,“Bismillahirrahmani
meskipun banyak perbedaan pendapat dari para ulama sekiranya tidak perlu kita perdebatkan, ambil saja jalan terbaiknya sehingga tidak menghalangi kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah swt. Saudariku yang aku cintai karena ALLAH ingatkanlah orang-orang disekitar kita untuk melaksanakan puasa syawal. in shaa Allah kita juga akan mendapatkan pahala sama seperti mereka yang berpuasa, namun alangkah lebih baiknya ketika kita mengingatkan untuk berpuasa Syawal kepada orang lain kita juga melaksanakan puasa tersebut.
Terima Kasih sudah membaca postingan saya mengenai PUASA SYAWAL.. Kritik dan saran saya nantikan. Apabila ada kesalahan dalam kutipan hadist mohon diperbaiki. Jazzakumullah khairan katsir.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Langganan:
Postingan (Atom)