My Blog Viewers :)

Rabu, 28 Januari 2015

Renungan Malam ini

Seorang muslim selalu punya cara sendiri untuk menata hatinya
Meski berlawanan dengan apa yang ia terima didalam kehidupannya.

Terkadang saat mendapat musibah, air matanya menetes.
Tapi...hatinya selalu yakin bahwa apa yang diberikan Allah kepadanya pasti yang terbaik.
Fisiknya mungkin tak kuat, fikirannya mungkin lelah.

Tapi...tidak dengan hatinya. Ia yakin ketika ia di uji itu sebagai tanda bahwa Allah mencintainya.
Ia yakin ada skenario indah yang telah Allah persiapkan untuknya.
Ia yakin setelah kesulitan akan selalu ada kemudahan.
Ia yakin ada banyak hikmah yang nanti ia petik.
Ia yakin Allah lebih tahu segalanya yang terbaik untuk hidupnya.
Ia yakin jika ia bersabar pasti akan berakhir indah.

Karena hidup tidak selamanya berjalan mulus.
Perlu batu kerikil, supaya kita berhati-hati.
Perlu semak berduri supaya kita waspada.
Perlu persimpangan supaya kita bijaksana dalam memilih.
Perlu petunjuk jalan supaya kita punya harapan tentang arah masa depan.
Perlu masalah supaya kita tahu, kita punya kekuatan.

Hidup, perlu pengorbanan supaya kita tahu cara bekerja keras.
Perlu air mata supaya tahu merendahkan hati.
Perlu  celaan supaya kita tahu bagaimana cara menghargai.
Perlu tertawa supaya kita tahu mengucap syukur.
Perlu tersenyum supaya kita tahu kita punya cinta.
Perlu orang lain supaya kita tahu bahwa kita tidak dapat sendiri dalam hidup di dunia.

4 komentar:

  1. Menulis dengan hati, memang mengandung ruh. Ruh itu adalah nurNya. Karakter ruh adalah hidup. Hidup itu cirinya bergerak. Digerakan oleh Yang Maha Hidup. Tulisan yang hidup adalah begerak-gerak. Bergerak dalam hati pembacanya. Dia mampu menghidupkan hati yang mati. Dihidupkan oleh Yang Maha Hidup. Gerak ruhNya menjalar melalui kalimat yang tertulis dari hati yang tercahayai. Pena dan tangan hanyalah utusan hati untuk mentranslite dari bahasa rasa kepada bahasa hurup. Bahasa rasa itu diturunkan dari Yang Maha Kuasa berupa nur rasa. Sehingga hati hanyalah alat menerima dan bukan alat produksi. Itulah hakekatnya kebenaran datangnya dari Allah. Lalu bagaimana dengan tulisan yang tanpa ruh? dialah yang menulis dengan hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kegelapan. Menulis dalam kondisi hati yang gelap, maka ia terhijab dariNya sehingga tak mampu menerima nurNya. Maka tulisannyapun menggelapkan hati yang membaca. Itulah hakekatnya kesalahan itu datang dari manusia, manusia yang terhijab oleh dirinya sendiri.

    Tulisan anda bagus Jeng, lanjutkan. Semakin kita mengahancurkan keakuan dalam diri, maka insya Allah cahayaNya akan semakin bisa kita rasakan. Amiin. Semoga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kang Iday sudah mampir dan komen di blog saya.. 😊

      Hapus
    2. Terima kasih kembali, semoga silaturahim ini menjadi sebab-sebab turunnya rahmatNya bagi kita semua, amin.

      Hapus

Mohon masukkan komentar, saran dan kritik kalian ya :) Terima kasih sudah berkunjung :)