My Blog Viewers :)

Selasa, 05 Mei 2015

Fitnah Kehidupan

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
HarI ini, saya ditakdirkan Allah SWT bertemu dengan orang-orang hebat dan luar biasa. Mereka adalah para inspirator perubahan. Tetapi, mereka tetap manusia biasa, dengan segala problem yang dihadapinya, seperti halnya saya. Jangankan kita yang tidak maksum, Nabi saw. yang maksum saja, tetap saja menghadapi masalah. Bahkan, masalah yang lebih berat daripada kita. Itulah “fitnah” kehidupan. Selama kita hidup, selama itu pula kita tidak bisa menghidari “fitnah”. 

Allah SWT pun memberikan penegasan dalam firman-Nya: 

وَنَبْلُوَكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

“Dan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah [ujian].” [Q.s. al-Anbiya’: 35]

Ayat ini menegaskan, bahwa “fitnah” [ujian dan tantangan] yang dihadapi manusia dalam hidupnya bisa berupa keburukan [syarr] sekaligus kebaikan [khair]. Ketika Allah menguji kita dengan sakit, kesulitan, kekurangan, belum diberi keturunan, belum mendapatkan jodoh, dan lain-lain yang kita anggap buruk [syarr], meski sesesungguhnya kita tidak pernah tahu ada apa di balik semuanya itu? Tetapi, yang pasti, Allah SWT hendak menguji kita, sejauh mana kesabaran, keyakinan dan harapan kita kepada-Nya. Semuanya merupakan fitnah bagi kita. 

Begitu juga ketika Allah menguji kita dengan sehat, kemudahan, rizki yang berlebih, mempunyai keturunan, pasangan hidup, keluarga, dan lain-lain yang kita anggap baik [khair], meski boleh jadi ujian ini jauh lebih berat ketimbang keburukan [syarr] yang menimpa kita, namun kita sering tidak merasa bahwa ini semuanya adalah fitnah. Padahal, keduanya, baik fitnah yang kita anggap buruk [syarr], maupun fitnah yang kita anggap baik [khair], dua-duanya merupakan keputusan Allah SWT. 

Karena itu, tidak jarang di antara kita yang bisa bersabar ketika mendapat ujian keburukan [syarr], sebaliknya justru tersungkur ketika mendapat ujian kebaikan [khair]. Sebagaimana yang dilukiskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an: 

أَلاَ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوْا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ بِالْكَافِرِيْنَ

“Ingat, mereka telah tersungkur di dalam fitnah. Dan, sesungguhnya neraka Jahannam itu mengepung orang-orang Kafir.” [Q.s. at-Taubah: 49]

Pendek kata, kita tidak bisa menghindari fitnah, apakah yang kita anggap baik maupun buruk. Karena, semuanya itu memang selalu menyertai kehidupan kita. Yang bisa dan seharusnya kita hindari adalah fitnah yang menyesatkan [mudhillati al-fitan], sehingga kita terperosok atau tersungkur. Karena itu, Sayyidina ‘Ali –Karrama-Llahu wajhah—mengajarkan doa kepada kita:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُضِلاَّتِ الْفِتَنِ

“Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan.” 

Iya, fitnah yang menyesatkan [mudhillati al-fitan] itulah fitnah yang membuat kita terperosok atau tersungkur. Fitnah yang membuat kita terperosok dan tersungkur itu boleh jadi bukan keburukan [syarr], tetapi sebaliknya, kebaikan [khair]. 

Lalu apa yang membuat kita terperosok atau tersungkur dalam kubangan fitnah kehidupan? Jawabannya adalah hawa nafsu. Ketika kita dikendalikan oleh hawa nafsu, sehingga akal dan kesadaran kita kalah. Ibn al-Jauzi, dalam kitabnya, Dzamm al-Hawa, menjelaskan bahwa dorongan hawa nafsu itu tidak selamanya buruk, tetapi harus tetap dikendalikan oleh akal dan kesadaran kita. 

Orang makan, tergerak untuk makan, karena merasa lapar. Orang tidur, akhirnya harus berangkat tidur, karena merasakan kantuk. Orang beribadah, tergerak untuk beribadah, karena ada dorongan mendekatkan diri kepada Allah. Orang menikah, tergerak untuk menikah, karena ada dorongan cinta dan melestarikan keturunan dengan lawan jenisnya. Begitu juga hasrat untuk memiliki kekayaan telah mendorong orang bekerja dan mengumpulkan harta. Semuanya itu tidak ada yang salah, ketika dikendalikan dengan akal dan kesadaran yang lahir dari akidah dan pandangan hidup kita. Islam. 

Masalahnya, apakah kita sudah mempunyai bekal yang cukup untuk membangun akal dan kesadaran kita, sehingga hawa nafsu kita bisa kita kendalikan dengan akidah dan pandangan hidup kita? Inilah yang menjadi tantangan kita. Kita sering merasa sudah cukup, karena minimal seminggu sekali kita sudah mengikuti kajian. Tanpa melihat, apakah yang kita dapatkan tadi benar-benar sudah memadai untuk menjawab semua masalah yang kita hadapi? Padahal, tantangan hidup yang kita hadapi sesungguhnya lebih kompleks daripada ilmu yang kita dapatkan. 

Karena itu, sesungguhnya kita tidak boleh merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki. Kita juga tidak boleh berhenti belajar. Karena, begitu kita merasa cukup dengan ilmu kita, dan kita pun berhenti belajar, sesungguhnya tanpa kita sadari kita sudah masuk dalam perangkap syaitan. Akibatnya, ketika kita menghadapi berbagai masalah yang kompleks dalam kehidupan kita, kita tidak memiliki bekal yang memadai. Saat masalah itu datang, kita pun tidak siap. Saat itulah kita akan terperosok. Kita tersungkur. Kalau saat itu kita sadar, mungkin pada saat itulah kita baru berpikir untuk belajar. Mencari solusi dari masalah yang kita hadapi. Tapi, terkadang ada yang tidak sadar. Akibatnya, terus-menerus berada dalam kubangan fitnah, dan dia pun tidak bisa menyelamatkan diri dari fitnah itu. 

Nah, di sinilah sesungguhnya tantangan kita setelah kita bertaubat. Karena itu, kita harus terus belajar, baik untuk mengetahui hukum dan pemikiran yang harus kita terapkan, maupun melatih jiwa dan nafsu kita. Mengetahui hukum dan pemikiran itu memang lebih mudah. Tetapi, yang paling sulit adalah ketika kita harus melatih jiwa dan nafsu kita. Berbicara tentang konsep ikhlas jelas lebih mudah, tetapi menjadikan jiwa dan nafsu kita agar bisa meraih keikhlasan itu jelas lebih susah. Di sini, yang kita butuhkan bukan sekedar konsep, tetapi latihan [riyadhah]. Begitu juga ketika bicara tentang sabar, lebih mudah jika kita bicarakan. Namun, kita tidak akan pernah meraih kesabaran, jika kita tidak pernah berlatih sabar. 

Padahal, semuanya itu kita butuhkan di saat kita menghadapi fitnah [ujian]. Pendek kata, hanya ada satu jalan yang bisa menyelamatkan kita dari fitnah yang menyesatkan [mudhillati al-fitnah], yang akan membuat kita terperosok dalam kehidupan, yaitu terus belajar dan menyempurnakan diri. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi, dengan terus-menerus belajar dan membina para sahabat sepanjang hayatnya. Inilah yang diwarisi dan diwariskan oleh para sahabat kepada generasi berikutnya. Maka, inilah yang juga seharusnya menjadi tradisi kita. 

Semoga kita bisa mewarisi warisan mereka, dan dengannya Allah SWT menyelamatkan kita dari fitnah yang menyesatkan: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُضِلاَّتِ الْفِتَنِ

“Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan.” 

aamiin..

Minggu, 08 Maret 2015

Inspirasi dari Abdullah bin Ummi Maktum



Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam
menjadi sebab turunnya ayat.
‘Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara

Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, “Apakah engkau masih mendengar adzan?”
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, “Kalau begitu, berangkatlah”

lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah

meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba  dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu
berdarah-darah…

setelahnya,
selalu datang seorang lelaki
menuntunnya dengan ramah
pergi dan pulang sholat berjamaah
setiap hari, setiap lima waktu

hingga suatu saat
lelaki tua ingin sekali tahu
siapa gerangan lelaki penolongnya itu
karena ingin ia doakan
atas kebajikannya selama ini

tapi kata lelaki muda
“Jangan sekali-kali kau doakan aku
dan jangan sekali-kali kau ingin tahu namaku
karena aku adalah iblis”

sontak lelaki renta itu terkejut,
“Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid,
sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan sholat?”

Iblis menjawab,
“Ingatkah dulu saat kau hendak sholat subuh berjamaah,
kau tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?
Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat,
bahwa Allah telah mengampuni setengah dosamu.
Aku takut kalau engkau tersandung lagi,
lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain.
Maka aku selalu menuntunmu ke masjid
dan mengantarkanmu pulang.”

Lalu, saat tubuh itu merenta
makin menua dimakan usia
datang seruan perang Qaddisiyah

Sang khalifah Umar mengumpulkan segenap lelaki
dari seluruh penjuru negri
terselip ia, berbaris bersama
ingin sekali ikut berperang di medan laga
demi cita-cita mulia

Khalifah Umar melarangnya
bagaimana seorang buta lagi renta, akan ikut berperang?
bagaimana jika dia langsung celaka terkena tombak?
atau justru mencelakai temannya karena tak mampu mengenali siapa.

Tapi, lelaki tua itu bersikukuh,
“Tempatkan aku di  antara dua pasukan yang berperang
Aku akan membawa panji kemenangan
Aku akan memegangnya erat-erat untuk kalian.
Aku buta, karena itu aku pasti tak akan lari”
Khalifah, tak lagi mampu menghalangi

Lalu semuanya, berangkatlah
lekaki tua itu ingin menepati janjinya
dengan baju besi yang dikenakannya
dan bendera besar yang dibawanya
dia berjanji akan mengibarkannya senantiasa,
atau mati terkapar di sampingnya

lewat pertempuran Qaddisiyah
Persia yang congak pun kalah
tapi kemengangan itu tak murah
dibayar dengan nyawa ratusan syuhada
terselip di antara mereka
jenazah lelaki tua
terkapar berlumuran darah
sambil memeluk erat sebuah bendera
sungguh, dia telah menepati janjinya

wahai lelaki mulia,
sesak dadaku membaca kisah hidupmu
menyungai sudut mataku mengenangmu
engkau buta, sebatangkara dan renta
tapi itu tak membuatmu pasrah dan diam
meski udzur telah membolehkanmu.
untuk tak kemana-mana, di rumah saja

Lalu, bagaimana dengan diriku ini?
aku masih muda,
aku bukan fuqara
aku tak buta
jua tak sebatangkara
tapi kenapa,
sering sekali ada alasan mendera
untuk tak bersegera?

Lelaki sepertimu,
dengan segala keterbatasan
terus mencari-cari alasan
agar mampu mengambil peran

sedang aku, kita
dengan segala kemudahan
sering mencari-cari alasan
agar boleh tak ikut berperan

Lalu, dengan apa
akan kita buktikan
bahwa kita ini beriman?

Mari belajar darinya, Abdullah bin Ummi Maktum

Jumat, 20 Februari 2015

Allah tak pernah Ingkar Janji

ALLAH TAK PERNAH INGKAR JANJI

"Jangan sekali kali meragukan janji Allah yang waktunya sudah nyata nyata akan datang, namun belum datang jua. Agar keragu-raguan itu tidak mengotori mata hatimu dan memadamkan cahaya nurani mu".

Sesungguhnya janji Allah itu benar. Dia tak pernah ingkar janji kepada makhluknya. Meskipun manusia itu ingkar kepada-Nya, durhaka dan berbuat dosa, tetapi Dia tak pernah mengubah rahmatNya. Sebab Allah Maha pemurah dan Bijaksana.

Kebanyakan kita menatap liku-liku kehidupan dan berbagai macam manusia hanya melihat dari mata kepalanya. Bukan dengan mata hatinya. Lalu timbul keluhan, mengapa orang yang durhaka, tetapi nasibnya baik dan beruntung? Sedangkan orang yang taat tampaknya hidup serba susah. Lalu terjadi kebimbangan di hati sehingga menganggap Allah tidak menyayangi orang yang taat, tetapi justru memberi rahmat orang durhaka.

Dalam melihat sesuatu hendaknya kita juga menggunakan mata hati. Sesungguhnya jika kita melihat dengan mata batin, maka kita akan tahu bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Adil dan Bijaksana. Jangan engkau samakan Allah dengan manusia. Karena Allah sang Maha Sabar. Ia tak akan mengubah takdirNya sekalipun terhadap orang orang yang membangkang.

Khowas adalah selalu merasa tak berarti dihadapan Allah. Amal ibadah dan amal salehnya serta pengorbanannya tak pernah dihitung-hitung. Apalah artinya menghitung sesuatu yang sangat kecil jika dibandingkan dengan karunia Allah yang berupa fitrah dan cahaya ruh.

Sama halnya raja memberimu hadiah. Maka apakah karena pekerjaanmu yang baik atau karena permohonanmu terus menerus yang kau sampaikan kepadanya? Pada hakikatnya tidak. Meskipun engkau menjadi abdi yang taat dan patuh, tetapi jika raja tak berkenan memberikan hadiah, maka tak akan ada kemurahan bagimu. Hadiah itu hak raja, apakah dia mau memberi atau tidak.

Begitupula pintu makrifat, merupakan hak Allah. Kau tekun beribadah atau tidak, jika Allah berkehendak membukakannya, maka apa sulitnya? Jadi pintu makrifat itu BUKAN KARENA AMAL SALEHMU.

Pahamilah, bahwa sikap, tindakan dan amal saleh itu hanyalah tanda bahwa dirimu adalah hambaNya. Itu merupakan kewajibanmu.

Sabtu, 31 Januari 2015

sebmoga engkau dan aku

pantaslah Rasulullah berujar "sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan yang terindah diantara perhiasan dunia itu, adalah wanita yang salihah"

semoga Muslimah semuanya istiqamah dalam kebaikan dan menetapi syariat senantiasa, berhijab syar'i, menjaga kehormatan dirinya, dan senantiasa meyakini bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik baginya.. yaitu wanita yang beribadah dengan menjaga dirinya dari maksiat sampai datang masanya dia beribadah dengan menjadikan kepatuhan dirinya pada suaminya sebagai jalan baginya memasuki surga Allah dari arah mana saja

semoga itu engkau, dan aku :)


Jumat, 30 Januari 2015

Layaknya Hajar dan Ibrahim

melepas penat di ujung perjalanan, namun wajahmu singgah di pikiran | walau sebatas dalam kerinduan, keindahan tetap ada dalam ingatan
setengah pulau jawa kusisir, lika-liku dan bukit-lembah kujalani | dalam benak parasmu kuukir, sampai masa berjumpa kembali
risau galau kupendam dengan doa, kerinduan? jangan tanya bagaimana | hanya Allah yang jadi penawar rasa, kerinduan? ia akan senantiasa ada
raga tak selalu bisa menyatu, namun cita hanya ada satu | bila tidak di dunia, di surga kita berharap selalu
semakin jauh jarak, sesalku semakin nampak | atas salah nan banyak, dan kurang yang berarak
rupanya ini cara Allah memperbarui cinta, lewat amanah dan kerinduan | layaknya Ibrahim dan Hajar, yang dididik oleh jarak dan pengorbanan
dan lewat taat Allah jaga sakinah |  dari taat Allah janjikan semua indah

Rabu, 28 Januari 2015

Renungan Malam ini

Seorang muslim selalu punya cara sendiri untuk menata hatinya
Meski berlawanan dengan apa yang ia terima didalam kehidupannya.

Terkadang saat mendapat musibah, air matanya menetes.
Tapi...hatinya selalu yakin bahwa apa yang diberikan Allah kepadanya pasti yang terbaik.
Fisiknya mungkin tak kuat, fikirannya mungkin lelah.

Tapi...tidak dengan hatinya. Ia yakin ketika ia di uji itu sebagai tanda bahwa Allah mencintainya.
Ia yakin ada skenario indah yang telah Allah persiapkan untuknya.
Ia yakin setelah kesulitan akan selalu ada kemudahan.
Ia yakin ada banyak hikmah yang nanti ia petik.
Ia yakin Allah lebih tahu segalanya yang terbaik untuk hidupnya.
Ia yakin jika ia bersabar pasti akan berakhir indah.

Karena hidup tidak selamanya berjalan mulus.
Perlu batu kerikil, supaya kita berhati-hati.
Perlu semak berduri supaya kita waspada.
Perlu persimpangan supaya kita bijaksana dalam memilih.
Perlu petunjuk jalan supaya kita punya harapan tentang arah masa depan.
Perlu masalah supaya kita tahu, kita punya kekuatan.

Hidup, perlu pengorbanan supaya kita tahu cara bekerja keras.
Perlu air mata supaya tahu merendahkan hati.
Perlu  celaan supaya kita tahu bagaimana cara menghargai.
Perlu tertawa supaya kita tahu mengucap syukur.
Perlu tersenyum supaya kita tahu kita punya cinta.
Perlu orang lain supaya kita tahu bahwa kita tidak dapat sendiri dalam hidup di dunia.

Tulisan ini kutujukan untuk hatiku dan
hati sahabat-sahabat tercintaku yang
kerap kali terisi oleh cinta selain
dariNya, yang mudah sekali terlena
oleh keindah dunia yang fana, yang terkadang
melakukan segalanya bukan karenaNya,
lalu di ruang hatinya yang kelam merasa 
snang jika dilihat dan dipuji orang, 
entah di mana keikhlasannya.

Maka saat merasakan kekecewaan dan 
kelelahan karena perkara yang dilakukan tidak karenaNya. Maka sesungguhnya Allah tidak pernah menanyakan
hasil. Dia melihat kesungguhan
dalam berproses.

Tulisan ini kutujukan pula untuk jiwaku
serta jiwa sahabat-sahabat tercintaku
yang mulai lelah menapaki jalanNya
ketika seringkali mengeluh, merasa
dibebani bahkan terpaksa untuk
menjalankan tugas yang sangat mulia.

Padahal tiada kesakitan, kelelahan
serta kepayahan yang dirasakan oleh
seorang hamba melainkan Allah akan
mengampuni dosa-dosanya. Ma Syaa Allah...

Tulisan ini kutujukan untuk ruh-ku dan
ruh sahabat-sahabat tercintaku yang
mulai terkikis oleh dunia yang menipu,
serta membiarkan fitrahnya tertutup
oleh maksiat yang dinikmati, lalu di
manakah kejujuran diletakkan ? Dan kini
terabailah sudah nurani yang bersih,
saat ibadah hanyalah sebagai aktivitas rutin
belaka, saat jasmani dan fikiran
disibukkan oleh dunia, saat wajah
menampakkan kebahagiaan yang penuh
kepalsuan. Coba lihat jauh lebih kedalam ! Hati kita sesungguhnya
menangis dan merana.

Tulisan ini kutujukan untuk diriku dan
diri sahabat-sahabat tercintaku yang
sombong, yang terkadang bangga pada
dirinya sendiri. Sungguh tiada satupun
yang membuat kita lebih di hadapanNya
selain ketakwaan

Rabu, 21 Januari 2015

Mencintai dalam Diam


Mencintai dalam diam itu lebih baik bagi perasaanku dan perasaanmu..
mencintai dalam diam itu ibarat aku ingin memuliakanmu,
Jika memang cinta dalam diam itu tidak memiliki kesempatan berbicara di dunia nyata..
biarlah menjadi memori tersendiri di sudut hati ini.
dan jika dia bukan untuk di miliki, aku yakin Allah akan menghapus cinta dalam diamku padamu..
dengan cara memberikan rasa yang lebih indah pada waktu yang tepat..
Dalam hati kami (aku dan beberapa teman) selalu meneguhkan diri, bahwa di belahan bumi lain ada seorang pangeran yang setia menunggu. Jadi tugas kita saat adalah memperbaiki diri.

Teringat ketika membaca surat cintanya Allah : (A
n-Nur 26 )Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)).

Juga (An-Nur 33). Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.

"…Dan barang siapa belum mampu, maka atasnyalah puasa. Maka sesungguhnya puasa itu benteng baginya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan Jika kamu sedang MERINDUKAN seseorang, PEJAMKANLAH MATAmu dan UCAPKANLAH:

“Ya Allah , aku merindukannya karena-Mu Ya Allah,
 Jauhkanlah aku dari perkara yang membuat aku lupa kepada-Mu..

Aku semakin mengerti, ‘JARAK ’ ini bukan untuk menghukumku, tetapi ‘JARAK ’ ini untuk MENJAGA aku dan dia .. 
Dengan ‘JARAK’ ini aku dan dia berjanji untuk BERUBAH menjadi yang lebih baik..

Dengan JARAK ini aku dan dia berjanji untuk MEMPERBAIKI cinta kepada Ilahi..
Dengan jarak ini aku dan dia berjanji untuk MENCINTAI Pencipta kami lebih dari segalanya..

Dengan JARAK ini aku dan dia berjanji untuk MENDALAMI Islam hingga ke akar umbi..
Dan Dengan JARAK ini juga aku dan dia yakin andai tiba saatnya nanti, 
aku dan dia akan LEBIH BERSEDIA untuk melayari semua ini dengan jalan yangdi ridhoi..

Terima kasih Ya Allah karena memberi PELUANG kepadaku melalui jalanMU ini.
Terima kasih karena memberikan CINTA JARAK JAUH itu kepada aku dan dia.



Catatan hati penulis yang berusaha memperbaiki diri