Kamis, 11 Desember 2014

cinta itu bukan hanya tentang kemarin tapi tentang kini dan nanti

Membalas yang serupa, atau yang lebih daripadanya mental buruk yang masih kita simpan, penanda hati yang mulai membusuk.  Membalas sepadan, atau lebih menyakitkan, ide siapa ini? padahal pengajaran rabbani mengajarkan kita "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik" (QS 41:34).  Membalas perlakuan serupa atau lebih menyakitkan baginya hanya menempatkan diri kita dalam tingkatan yang sama rendahnya.  Bila disakiti dan didzalimi oleh saudara seiman, hak saudara kita tetap lisan yang baik penuh keindahan.  Ucap Nabi saw, amal kita diperlihatkan pada Allah setiap senin dan kamis dan Allah mengampuni hamba-Nya yang dia kehendaki, kecuali diantara dia dan saudaranya ada permusuhan, Allah berfirman: "tangguhkanlah dari kedua orang ini hingga berdamai" (HR Muslim).  

Imam As Sya’bi dicela, jawabnya "bila engkau berbohong, semoga Allah mengampunimu, namun bila engkau benar, semoga Allah mengampuniku".  Sungguh syaitan bersemayam dalam tindakan kasar kepada sesama dan kata kasar buruk yang terucap tak pernah akan membawa kebaikan, tanpa kita sadari amal kita dibakar habis api hasud, meninggalkan debu yang kelak disapu angin waktu.  Lebih parah lagi amal kita sudah disita ghibah dan kata-kata kasar, meninggalkan kita hutang dosa yang kelak dibayar dengan pahala kita. Jadilah pemaaf, jadilah orang yang bertanggung jawab atas diri kita, bukan pelaknat dan karenanya kita dicatat sebagai yang terlaknat.  Saat perang Uhud, banyak kaum sahabat Rasulullah syahid, Rasul sendiri bersimbah darah, giginya, dan kesedihan tampak darinya.  Saat itu sebagian sahabat yang berkata kepada Rasulullah, "ya Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik" dengan lirih menahan sakit, beliau jawab, "tidak, aku bukan tukang laknat, sesungguhnya aku diutus sebagai pembawa rahmat" (HR Muslim).  biarlah orang lain bertindak dzalim, dia punya bagiannya sendiri maka tugas kita hanya menasihati bukan mencela atau melaknati.  Memberikan keterangan bukan membalas yang sepadan, menampilkan kebaikan bukan justru lebih menyakitkan.  Hanya dari yang mulia hatinya orang bisa mengambil tauladan karenanya tersebarlah Islam, dan mulialah agama.  Mungkin akal, bisa diajar dengan dalil namun hati, hanya dengan akhlak bisa diambil. Selalulah bersikap mulia Allah tak pernah alpa :)

syukur itu dicari sabar itu dijalani

"..syukur itu dicari sabar itu dijalani.."

Kita akan terus menerus diuji sampai ikhlas dan itu artinya sampai kita kembali kepada Allah.  Maka surga mungkin bagi pemilik kesabaran, tentunya dengan keridhaan Allah baginya.  Ingat bahwa yang beramal buruk dan beramal baik semua diuji, mudah-mudahan ini ujian naik kelas bukan ujian penanda teguran (Aamiin).  Maka memintalah pada Allah karena Allah senang dipinta.  Pujian lebih berbahaya dari celaan karena ia lebih banyak menjatuhkan.  Selama kita masih membuka diri untuk terus belajar, maka kita insyaAllah masih di jalan yang benar.  Kebenaran itu hanya satu dan itu adalah Islam, itu sudah maklum, namun puncak ilmu tidak ada, diatas yang berilmu ada yang lebih alim.  Maka selama berada di jalan Islam, kita berjalan di jalan kebaikan , istiqamah di dalamnya dalam belajar, buang jauh rasa puas dan cukup.  Mengilmui ilmu itu perlu ilmu, berbagi ilmu pun perlu ilmu, maka jangan berhenti, jangan menyerah, ilmu itu jalan Islam.  

Jadilah pembelajar, maka mendadak semua bisa jadi gurumu, yang buruk jadikan contoh, sedang yang baik bisa ditiru.  Jadilah pembelajar, maka celaan jadi pecutan dan pujian jadi peringatan,  jadilah pembelajar, maka kebijakan dan keluasan pikir jadi panduan.  Naiknya ilmu disertai naiknya iman, dan hilangnya angkuh takabur, sedang sombong hanya menghalangi ilmu, dan iman jadi terkubur.  tetaplah merasa bodoh, senantiasa belajar, dia yang cerdas, tak pernah merasa pintar.


inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bahwa Allah pencipta kita dan darinya kita berasal, dan hanya kepada Allah kita akan dikembalikan..

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bahwa karena Allah kita beramal, dan kepada Allah kita mempersembahkan yang terbaik ..

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bahwa kita berasal dari-Nya dan kembali pada-Nya, apa alasan kita untuk memakai hukum selain-Nya?

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bahwa semua adalah pemberian-Nya, dan akan diambil kembali oleh-Nya..

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bahwa tak ada yang lebih penting dari-Nya, dan apa yang Dia pentingkan tak pernah remeh..

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" semua milik-Nya, adapun kenikmatan yang kita rasa, itu atas izin-Nya dalam jangka tertentu..

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bagi-Nya semua ringan, tapi siapa yang bergantung pada-Nya, dia lebih berat dari gunung Uhud.

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" semua akan kembali kepada-Nya, maka berserahlah kepada-Nya, semua akan lebih mudah

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" semua kita bakal mayyit, lantas apa yang perlu disombongkan ?

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" semua akan ditanyai olehnya, entah nikmat entah maksiat, entah taat entah jahat, pilihlah sesukamu!

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" bersabarlah dengan apa yang Allah wajibkan, kelak Dia mengganjarnya saat engkau kembali pada-Nya.

"inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun" sesiapa yang perhatikan kewajiban dari Allah, tak ada kekhawatiran saat dia kembali kepada Allah..

"dia berhijab, tapi..."

kalau ada orang berhijab tapi masih maksiat juga, nasihatilah dia tinggalkan maksiat, tanpa bawa-bawa hijabnyaBila ada orang baik tapi belum berhijab juga, nasihati dia berhijab agar bertambah kebaikannya.  Ucapkan selalu kata-kata yang mengilhami manusia untuk taat, bukan kata-kata yang justru menyakiti tak membuat semangat.  Bila belum bisa berhijab, jangan engkau cela saudaramu yang berhijab dengan mencari-cari kesalahannya, salah ya salah, hijab ya hijab.  Bila engkau belum berhijab dengan alasan hijab belum tentu baik maka sebaiknya engkau mencontohkan, bisa berhijab dan baik.  Lagipula tiap manusia berdosa, lihatlah hijab sebagai upaya menjauhi dosa lihat kebaikan sebagaimana adanya, tanpa ditambahi celaan.  

"dia berhijab, tapi..."
sadarkah engkau, "tapi" disini dari syaitan? darinya engkau mencoba mencari-cari kesalahan saudarimu.  lihatlah hijab sebagai pemenuhan kewajiban pada Allah, setidaknya dia sudah takut pada Allah, ingin dekat Allah, ingin jadi kekasih Allah.  Bila engkau sudah berhijab, jangan tinggalkan saudarimu yang masih dalam perjalanan, bimbing, tuntun, teladankan yang baik dan benar.  jadikan hidayah Allah yang engkau dapatkan dengan berhijab menjadi jalan hidayah bagi saudarimu juga untuk berhijab, dengan cara teladan.  dan bila engkau sudah berhijab lalu dicela, tak perlu engkau balas, jangan jadi pikiran ingat niatmu dari dasarnya, "semua karena Allah".

dan bila maksiatmu dikaitkan dengan hijabmu, perbaiki maksiatmu, agar tak lagi ada alasan baginya untuk tidak mencontoh dirimu berhijab
hijab adalah ketaatan, Allah akan hargai prosesnya walau belum sempurna, terus belajar sempurnakan berhijab, Allah pasti memudahkan.  hijab itu ketaatan, tak akan berubah walau dicela tentang maksiat, semua orang punya, wajib berhijab tak menunggu bebas dosa.  yang kita khawatirkan hanya satu  : saat ajal datang, kita masih beralasan tidak berhijab, sementara malaikat Izrail tak menerima alasan.  orang maksiat wajib berhijab, orang taat wajib berhijab, malah berhijab itu sudah menjauhi maksiat, dan akan dimudahkan Allah makin taat.  amal baik boleh terlihat namun bagus bila disembunyikan, karena sangat sulit mencari ikhlas dalam keramaian.  khawatir terselip bangga atas pujian, ataupun marah karena celaan, perkara merusak niat dan amalan, atau bukan pada Allah dia ditujukan.

syaitan lebih lincah menyusup daripada udara merusak keseluruhan amal bahkan sebelum diperbuat.  Alangkah deras dan licik bisikan tarikan nafsu dunia kadang dia menang kadang kita bisa mengemudinya.  kita memang tidak sempurna, namun bukan berarti tak ada usaha, perbaikan niat itu harus senantiasa, tak selesai sampai ajal tiba.   Amal baru bernilai dengan niatan yang baik dan hanya yang murni yang layak naik.  In shaa Allah....

Cinta karena Allah (?)

Bilang "cinta karena Allah" namun tanpa kejelasan kapan menikah adalah maksiat yang nyata dan jelas-jelas bakal mengundang fitnah.  Ungkapan "cinta karena Allah" hanya pantas diucap selepas akad, setelah menikah barulah ungkapan ini menjadi berarti bernilai. Seorang lelaki harusnya bisa menahan kata-kata, mengumbar janji, semua sayang, rindu, curah rasa, biarlah selepas akad baru diungkap.  Karena wanita lemah telinganya, mudah terbuai oleh kata-kata, Sebelum menikah jangan banyak umbar janji dan janji tanpa nyata.  Ingat-ingat ta'aruf bukan modus pacaran syariah, ta'aruf tak berarti boleh bertingkah seperti sudah menikah.

Masa depan tiada yang bisa menjamin, tiada yang pasti.  Maka cintailah seperlunya, sayangilah secara semestinya

Tak perlu mengumbar kata, buktikan saja setelah menikah, tidak perlu mengumbar rasa, ada banyak waktu setelah menikah. Jodoh bukannya didekatkan dengan janji, tapi dengan doa dan ketaatan, kalau memang serius kearah kebaikan, jangan mulai dengan dosa :)


Tentang TOLERANSI

"...toleransi itu memahami bukan mengakui, membiarkan bukan membenarkan apalagi ikut memakai atribut agama lain, itu bukan ajaran Islam.."

Renungkan sabda Nabi Muhammad "siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka" (HR Abu Dawud, Ahmad)Berkenaan hadits ini, Ibnu Taimiyah menulis "minimal, hadits ini menetapkan adanya keharaman meniru-niru ahlu-kitab (nasrani-yahudi), meskipun pada dzahirnya (dapat) menjdikan kafir orang yang meniru-niru kepada mereka".  Apa maksudnya bertasyabbuh? ialah meniru-niru dan menyerupai, baik dalam niat keyakinan ataupun dalam amal perbuatan yang tampak.  Menurut Al-Munaawiy dalam kitab Faidlul-Qadiir, meniru-niru ini termasuk keyakinan dan kehendak, maupun ibadah atau kebiasaan, dalam praktik modern, meniru-niru ini bisa jadi memakai benda khas, atau kebiasaan khas seperti kalung salib, V-Days, tahun baru, dll.  Atau dalam bulan-bulan ini, berpakaian ala sinterklas, mengucap selamat natal, dan semisalnya ini semisal toleransi kebablasan.  Padahal toleransi cukup hanya biarkan penganutnya laksanakan ajarannya, bukan malah ikut dan larut dalam keyakinan dan ibadah mereka.

A : Bagaimana bila bekerja diharuskan memakai atribut khusus natal? 
B : dalam kondisi apapun, tidak ada tawar menawar akidah :) .

A : yang penting kan hatinya tetap iman, walau luarnya pake topi sinterklas. 
B : meniru-niru bukan hanya urusan hati tapi juga urusan amal

A : demi cari makan buat anak dan istri
B : justru itu, memberi makan anak istri harus dengan cara yang baik :)

A : non-Muslim juga pake peci dan ucap salam pas lebaran
B : mereka nggak punya syariat, kita punya, tuntunannya dari nabi lengkap

A : tapi itu kan cuma pakaian, bukan aqidah
B : makanya, cuma pakaian kan, kenapa harus dipaksa-paksain ke Muslim untuk pakai?

A : tapi itu kan cuma pakaian?!
B : kalau pakaian sehari-hari sih ok, ini pakaian sudah khas, khas perayaan natal, maka jelas hukumnya

Masih nekad juga dan anggap enteng meniru-niru ini (tasyabbuh)? coba simak hadits berikut ini : Sabda Nabi "kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.  Para sahabat lantas bertanya, "apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?"
Nabi saw menjawab pertanyaan sahabat "siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhari)

Yang namanya godaan itu ya dari kecil, nggak langsung gede, penyimpangan itu dari yang kecil yang jadi membesar tanpa sadar.  toleransi itu sederhana "bagimu agamamu, bagiku agamaku" :)