Rintik hujan turung beriring, samarkan isak airmata yang berlinang, seolah jatuh tak tersaring, menambah perih semua yang terkenang. Tiap memoar bagai baru berselang, gundah gulana sampai canda tawa. Ku kira ingatan itu sudah hilang, ternyata ia mengakar di relung jiwa. Punggung yang tadinya tegak gagah kini terbaring lemah, mata yang dulu berbinar cerah kini terlihat sangat lelah. berkali-kali aku dipapah punggung itu sambil berteriak bahagia, sepanjang hidupku aku selalu ingin mata itu menatapku bangga.
Ibu, masa tua memakan masa mudamu, namun tidak kebijaksaanmu. Engkau selalu jelaskan bahwa dunia semu dan akhirat itu barang tentu. Sepenggal nafas engkau hela, dadamu kembang kempis payah, disini aku berusaha untuk rela, entah kenapa bisa begitu susah. Ku akui tidak sepanjang hidup aku membanggakanmu, bahkan mungkin lebih banyak menyusahkanmu. Ku kira selama ini kau hanya pikirkan dirimu sendiri, saat ini baru aku mengerti kau hanya mengajarkan aku berdiri. Ku kira selama ini kau orang yang paling tak perduli, ternyata kau seorang wanita yang tak pandai lisankan hati.
Segala mahal yang kau batasi, dan dunia yang tak kau beli, ternyata sebuah cara ajari, bahwa HIDUP UNTUK BERBAGI. Mengapa sekarang aku baru mengerti? Mengapa sekarang baru aku pahami? Bahwa memang banyak kekuranganmu yang aku saksikan, namun lebih banyak lagi kelebihan yang tak kau perlihatkan. Bahwa kesalahanmu selalu banyak aku sebutkan, namun kesalahanku kau terima dengan senyuman. Bahwa tak perduli seberapa jauh aku melangkah pergi, pelukan yang sama selalu menanti bila aku kembali. Bahwa setiap hari tersedia bagiku suapan nasi dan tegukkan air, berapa payah tulang terbanting dan berapa banyak peluh mengalir? Aku kehilangan ketenangan, sempurnalah penyesalanku. Menekur semua salahku, takut akan sisa kesempatanku.
Allah...
Ku mohon, beri aku waktu untuk melantunkan sepenggal ayat-Mu, agar aku perdengarkan padanya sebagaimana ia perbuat semasa kecilku. Perkenankan firman-Mu menyesap kuatkan ringkih badannya. Terimalah sebuah bakti kecil yang terakhir dari keturunannya. Jadikan tilawahku ini sebagai pendamping lafadz syahadatnya, agar Engkau ampunkan dosanya dan tambah kebaikannya. Allah, ku mohon.... untuk sekali lagi mengamini apa yang ia do'akan dan mengiba pada-Mu, sekali tengadahkan tangan dengarkan pintanya pada-Mu. Merengkuh tangannya lalu menciumnya sekali lagi, untuk bisikkan ma'af sebelum dia berpulang kembali.
Aku begitu bodoh, menyimpan lisan yang harusnya terkatakan, untuk banyak berterima kasih, bersyukur atas semua pelajaran. Ibu, beri aku 20 menit saja untuk mengingat tanpa tagis diwajahmu, bagaimana aku bisa mengenang apabila berlinang juga airmata mu? Jangan ucapkan apa yag sudah ku tahu, ku tahu sayangmu sepenuh jalanku. Ibu, aku sayang padamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon masukkan komentar, saran dan kritik kalian ya :) Terima kasih sudah berkunjung :)